LieKlenteng atau Kelenteng adalah sebutan untuk tempat
ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia pada
umumnya. Dikarenakan di Indonesia, penganut kepercayaan tradisional
Tionghoa sering disamakan sebagai penganut agama Konghucu , maka
klenteng dengan sendirinya disamakan sebagai tempat ibadah agama
Konghucu.
Klenteng juga disebut sebagai bio yang merupakan dialek
Hokkian dari karakter 廟 (miao). Ini adalah sebutan umum bagi klenteng
di Cina.
Pada mulanya 廟 "Miao" adalah tempat penghormatan pada
leluhur 祠 "Ci" (rumah abuh). Pada awalnya masing-masing marga membuat
"Ci" untuk menghormati para leluhur mereka sebagai rumah abuh. Para
dewa-dewi yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga tertentu
yang pada awalnya dihormati oleh marga/family/klan mereka. Dari
perjalanan waktu maka timbullah penghormatan pada para Dewa/Dewi yang
kemudian dibuatkan ruangan khusus untuk para Dewa/Dewi yang sekarang
ini kita kenal sebagai Miao yang dapat dihormati oleh berbagai macam
marga, suku. Saat ini masih di dalam "Miao" masih juga bisa ditemukan
(bagian samping atau belakang) di khususkan untuk abuh leluhur yang
masih tetap dihormati oleh para sanak keluarga/marga/klan
masing-masing. Ada pula di dalam "Miao" disediakan tempat untuk
mempelajari ajaran-ajaran/agama leluhur seperti ajaran-ajaran Konghucu,
Lao Tze dan bahkan ada pula yang mempelajari ajaran Buddha.
Miao - atau Kelenteng (dalam bahasa Jawa) dapat
membuktikan selain sebagai tempat penghormatan para leluhur, para Suci
(Dewa/Dewi), dan tempat mempelajari berbagai ajaran - juga adalah
tempat yang damai untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan
agama apa orang itu berasal.
Saat ini Miao (Kelenteng) bukan lagi milik dari marga, suku, agama,
organisasi tertentu tapi adalah tempat umum yang dipakai bersama.
Klenteng adalah sebutan umum sehingga klenteng sendiri terbagi atas beberapa kategori:
1. Konghucu:
a. Litang (禮堂)
b. Ci (祠)
2. Taoisme:
a. Gong (宮)
b. Guan (觀)
c. Miao (廟)
3. Buddhisme:
a. Si (寺)
b. An (庵)
QING-MING (CENG BENG)
Qing ming (ceng beng) dirayakan setiap tanggal 5 April. Pada tanggal
ini orang-orang biasanya melakukan bersih-bersih terutama di makam
keluarga.
Pada jaman dulu perayaan Qing-ming didahului oleh Han-shi-jie (perayaan
makan dingin) yang ditandai dengan pati-geni (tak menyalakan api),
makan sayur dan nasi dingin. Upacara ini untuk memperingati seorang
negarawan setia zaman Zhan-guo bernama Jie Zi-tui yang konon meninggal
secara tragis karena kebakaran hutan. Kebiasaan ini bermula dari
wilayah Tai-yuan di China utara, karena makanan utama daerah ini adalah
gandum. Di wilayah Fujian, terutama Tong’an, dan Jinmen, makanan utama
yang disajikan pada perayaan ini adalah chun-jian (atau run-bing,
yaitu lunpia).
Di samping sembahyang di kelenteng leluhur dan kepada para shenming,
kegiataan utama adalah menyambangi kubur. Sejak dinasti Han,
sembahyang di kelenteng dan makam keluarga sama pentingnya. Tapi bagi
rakyat jelata karena umumnya tidak punya kelenteng leluhur, sembahyang
kubur menjadi yang utama.
Upacara di kuburan biasanya diawali dengan menggantung kertas atau
menindih kertas (gua-zhi atau ya-zhi), kemudian bersembahyang kepada Roh
Bumi (Hou-tu atau Fu-shen). Lalu mulailah sembahyang yang sebenarnya,
dengan sesajian sederhana yaitu hoatkwee, miku dan lain-lain.
Kalau kebetulan habis menyelenggarakan pesta pernikahan, atau ada
penambahan anggota keluarga, atau harus melakukan perbaikan kubur
(xiu-mu atau pei-mu), maka sesaji harus ditambah 12 mangkok lagi,
terutama ‘sayur asin’ dan ‘kering’.
Setelah bersembahyang harus membakar uang perak atau membakar
petasan, kadang-kadang juga menggantung lentera merah (tian-deng atau
tian-ding) apabila di keluarga tersebut lahir anggota baru. Setelah
upacara selesai lentera itu dibawa pulang.
Sesudah sembahyang kubur, tetap harus mengadakan sembahyang di
rumah, di altar keluarga (kong-po), lalu diadakan makan bersama antar
anggota keluarga, dan barang-barang sesaji dari sembahyang kubur,
seperti miku dan hoatkwee, dibagi-bagi diantara mereka semua dan dibawa
pulang ke rumah masing-masing.
Adapula segolongan orang yang tidak merayakan sembahyang kubur pada
hari Qingming, melainkan pada tanggal 3 bulan 3 (imlik). Umumnya
golongan ini berasal dari Zhang-zhou. Mereka mengikuti tradisi yang
dipakai oleh Zheng Cheng-gong.
Di Indonesia, sepuluh hari sebelum atau setelah Qingming, boleh dilakukan sembahyang kubur.
YUAN-XIAO (CAP GO MEH)
Capgomeh secara umum disebut Goan-siau (yuan-xiao) atau lengkapnya
Cap-go-siang-goan-meh (shi-wu shang-yuan-ming), yaitu tanggal-15 bulan-1
Imlek Ketika kita membalas hormat kepada orang yang menyampaikan
salam dengan sikap Pak Tik, sikap hormat yang kita berikan sebagai
balasannya dinamakan sikap Poa Thay Kik Pak Tik (Delapan Kebajikan
Pelambang Hidup). Sikap ini memunyai perlambang dan makna yang sama
dengan sikap Poa Sim Pak Tik. Perbedaan hanya sedikit pada cara waktu
menyampaikannya saja, yaitu telapak tangan kiri membuka rapat, lalu
dirangkapkan dengan telapak tangan kanan mengepal rapat, kedua ibu jari
dipertemukan sehingga membentuk huruf Zen, dan kemudian dilekatkan
pada bagian ulu hati.
adalah penutup dalam rangkaian perayaan sin-cia. Dalam Daoisme
perayaan ini disebut Shang-yuan untuk merayakan salah satu dari
san-guan Da-di yaitu Tian-guan. Pada hari itu mereka mengharap berkah
dari Tian-guan (shang-yuan tian-guan ci-fu). Sebab itu pada beberapa
keleteng pada malam itu menyuruh seorang berpakaian seperti Tian-guan,
lalu membagikan angpao pada para pengunjung. Tapi kemudian acara seperti
ini diadakan setiap ada perhelatan di kelenteng, sehingga makna
sesungguhnya terlupakan.
Perayaan ini telah dilakukan sejak dinasti Han. Dan pada jaman Tang
dan Song menjadi lebih semarak lagi karena dimeriahkan dengan pesta
lampion. Bangsawan dan orang kaya di kota – kota berlomba – lomba
memasang lampion untuk memamerkan gengsinya. Mereka juga meluapkan
kegembiraan karena negeri mulai aman dengan berdirinya kerajaan atau
dinasti baru. Pada masa itu pesta lampion berlangsung sampai 5 hari.
Sebab itu pesta ini juga dinamai Deng-jie (‘festival lampion’).
Perayaan cap-go-meh berpusat di kelenteng dan di berbagai kota di
Indonesia, hari itu biasanya dimeriahkan dengan kirab Toapekong. Acara
ini di Jakarta dipusatkan di kelenteng Toa See Bio. Glodok. Selain
kesenian tradisional seperti barongsai, liong dan cenggay, juga
melibatkan unsur – unsur budaya Betawi, seperti ondel-ondel, gambang
kromong, tanjidor dan lain – lain, sehingga menjadi pawai budaya yang
multi-kultural. Acara kirab ini juga dilakukan di kota-kota seperti
Bogor, Tegal, Lasem dan Singkawang.
Saat Cap-go-meh biasanya diadakan acara khas kaum muda. Di Fujian dan
Taiwan ada kebiasaan kaum muda untuk bersembahyang pada Zi-gu, memohon
agar dirinya dianugerahi ketrampilan yang sangat diperlukan untuk
mengarungi lautan kehidupan. Permohonan ini hamper sama yang dilakukan
pada hari raya 7-7 malam kepada Zhi-nu. Konon Zigu adalah seorang gadis
yang sangat cerdas dan cekatan serta banyak memiliki ketrampilan. Ia
meninggal karena terjerumus di lubang kakus yang sengaja dibuat untuk
membunuhnya. Di Taiwan Zigu sering disebut Dong-sheng-gu. Persembahan
pada Zigu biasanya terdiri dari buah-buahan dan sayur-sayuran serta
sepasang sepatu sulam. Doa kaum remaja terutama wanita tentu saja berisi
permohonan yang berbeda-beda, tapi intinya mohon agar dibekali atau
ditingkatkan ketrampilannya, supaya dalam pekerjaanya bisa memperoleh
hasil yang memadai.
ASAL-USUL LAMPION
Lampion atau Teng Lo Leng atau Teng Lung, pada awalnya dipakai pada
saat ronda malam untuk mencari buronan kejahatan, biasanya lampion
ditambah tulisan mandarin dan berwarna merah.
Biasanya digunakan di klenteng pada waktu tanggal 15 bulan 7 dan
imlek, unutuk tanggal 15 bulan 7 (Cio Ko) biasanya dipakai lampion
warna putih untuk penerangan para arwah, sedangkan untuk imlek dipakai
warna merah.
Salah satu cerita mengenai asal- usul lampion:
Pada zaman dinasti Ming, ada perampok yang budiman dengan nama Lie Cu
Seng di kota Kaifeng, dia biasanya merampok ke orang kaya untuk
dibagikan ke orang miskin, dan Lie Cu Seng juga mempunyai gerombolan
anak buahnya.
Pada suatu saat dia berencana untuk menyerang kota raja, sebelum
melaksanakannya dia mensurvey terlebih dahulu, dan dia mendapat bahwa
persepsi / pandangan masyarakat tentang kelompoknya negative atau
kejam, Lie Cu Seng menjadi bingung dan unutuk merubah nama buruknya,
dia berpura-pura jadi rakyat dan memberi pengumuman bahwa jangan
percaya berita tersebut, dia menyuruh semua rakyat miskin untuk
menggantung lampion di depan rumahnya maka perompak akan memberikan
hasil rampokkannya, dan pada malam harinya dia merampok orang kaya dan
membagikannya di rumah-rumah yang terdapat lampion.
Sejak saat itu lampion menjadi terkenal, sebagai rasa terima kasih
kepada Lie Cu Seng rakyat memasang lampion, dan pada akhir tahun baru
masyarakat juga memasang lampion sebagai tanda mohon berkah, Ping An di
akhir tahun baru.
ASAL-USUL PERMAINAN LIONG SAMSI/ BARONGSAI
Permainan Liong Samsi atau yang lebih di kenal dengan permainan
barongsai. Permainan ini biasanya ditampilkan untuk acara ritual seperti
Yuan Xiao Ci (Cap Go Meh) dan ritual hari kebesaran Dewa-Dewi, tetapi
akhir-akhir ini permainan ini sering ditampilkan hampir di setiap
event.
Karena ketakutannya seorang kaisar akan adanya pemberontakan yang
dilakukan para pendekar untuk mejatuhkan dirinya, maka kaisar menyuruh
pembunuh bayaran untuk semua orang yang pandai dan bisa kung fu. Bahkan
Shaolin sebagai pusatnya kungfu di Cina juga tidak terlepas dari
tragedi tersebut Pembunuhan para pendekar-pendekar tersebut terjadi
secara besar-besaran. Banyak pendekar yang telah meninggal serta ada
yang lari menyelamatkan diri.
Para pendekar-pendekar tersebut berencana melakukan kudeta kepada
kaisar demi membalas dendam teman-teman, guru dan perguruan mereka yang
telah dibunuh dan dihancukan oleh sang kaisar.Para pendekar tersebut
sadar bahwa kekuatan mereka saat ini belum mencukupi untuk melakukan
kudeta. Sambil menunggu waktu yang tepat untuk melakukan kudeta, para
pendekar tersebut mulai merekrut orang-orang yang sepaham dengan
mereka. Kemudian oleh para pendekar, orang-orang tersebut dilatih kung
fu.
Pada suatu saat sang kaisar mengadakan perayaan secara
besar-besaran, kaisar mengundang seluruh kesenian yang ada di Cina
untuk menghibur kaisar.
Kesempatan ini digunakan oleh para pendekar untuk “mempertunjukan
kebolehannya”. Rakyat Cina menganggap bahwa Naga merupakan “raja” dari
segala binatang dan Harimau merupakan penguasa tertinggi di daerahnya,
kaisar diibaratkan sebagai Naga dan Harimau. Maka para pendekar untuk
“menghormati” kaisar menggunakan “Harimau-harimau”an dan “Naga-Naga”an.
Kaisar tidak menyadari bahwa dirinya terancam karena “Harimau” dan
“Naga “.
Usaha yang lakukan oleh para pendekar tersebut melalui “Harimau” dan
“Naga” membuahkan hasil. Kaisar bersama para staffnya tersingkir. Guna
memperingati keberhasilan tersebut serta ucapan terima kasih atas
bantuan Dewa-Dewi maka setiap ada acara hari kebesaran Dewa-Dewi
permainan “Naga” dan “Harimau” selalu ditampilkan bersama dengan
kesenian yang lain.
SIN CIA atau TAHUN BARU IMLEK
Tahun Baru Imlek atau Sin Cia jatuh bertepatan dengan datangnya musim
semi. Saat ini merupakan awal kegairahan hidup baru untuk setahun
mendatang, setelah tiga bulan sebelumnya dirundung kegelapan dan
kedinginan selama musim dingin berlangsung. Maka dari itu Tahun Baru
Imlek disebut juga Pesta Musim Semi.
Seminggu sebelum Sin Cia tiba, upacara sembahyang sudah resmi
dimulai. Pada hari itu, Dewa Dapur (Ciao Kun Kong) berangkat menuju
kelangit untuk melapor kepada Tuhan mengenai hal ikhwal penghuni rumah
selama satu tahun. Keberangkatannya didahului dengan persembahyangan di
altar Dewa Dapur di rumah penghuni yang bersangkutan.
Empat hari sesudah Sin Cia juga diadakan persembahyangan untuk
menyambut Dewa Dapur yang turun kembali ke Bumi. Puncak dan sekaligus
akhir acara perayaan Sin Cia terjadi pada tanggal 15 bulan 1 (imlek)
atau Cia Gwe Cap Go. Pesta ini dikenal dengan nama Cap Go Meh yang
berarti malam tanggal lima belas, merupakan malam pertama dapat
disaksikannya bulan bundar penuh dalam tahun baru.
Bagi umat Tridharma, Sin Cia merupakan awal tahun yang sangat
menentukan. Pada hari itu semua kegiatan sehari-hari dihenntikan, guna
menjalankan sembahyang Sin Cia terhadap arwah leluhur. Keluarga yang
masih memelihara meja abu melakukan sembahyang di hadapan meja abu
tersebut. Bagi keluarga yang tidak lagi memelihara abu leluhur cukup
meletakkan sebuah meja menghadap pintu muka rumahnya dan di atas meja
ini persembahyangan dilakukan.
Sembahyang Sin Cia berlangsung mulai senja hari di malam sin cia,
dan kemudian diulang lagi pada saat tepat pergantian tahun jam 24.00.
Persembahan yang dipersiapkan untuk sembahyang selama merayakan sin
cia, selain makanan dan buah-buahan seperti biasa, juga di tambah
dengan kue khusus tahun baru yang di kenal dengan sebutan “kue
keranjang”. Juga disebut kue keranjang Karena kue itu di buat dalam
keranjang-keranjang bulat berbagai ukuran, terbuat dari tepung ketan
dicampur gula merah dengan bungkus daun pisang atau kertas / plastic.
Pada saat Sin Cia, setelah kita melaksanakan persembahyangan kepada
orang tua / Leluhur yang telah meninggal dunia, para suci, para
bijaksana para Bodhisatva, dan para Budha, serta pula kepada Tuhan,
biasanya yang muda mengunjungi yang lebih tua untuk memberikan selamat
Tahun Baru dengan menggunakan sikap Poa Sim Pa Tik (Delapan kebajikan
mendekap di hati) atau singkatnya disebut Pak Tik( Delapan Kebajikan).
Ang Pao yang banyak bemunculan saat Tahun baru imlek atau Sin Cia
ini merupakan simbol “mudah rejeki”, semoga tahun baru ini akan
memperoleh rejeki yang lebih mudah.
Sikap Pak Tik ini dilakukan dengan cara sebagai berikut: telapak
tangan kanan membuka rapat, lalu di rangkap dengan telapak tangan kiri
yang mempertemukan kedua ibu jari dan kemudian dilekatkan pada bagian
ulu hati. Ibu jari kanan melambangkan “ibu” sedangkan ibu jari kiri
melambangkan “ayah”. Pertemuan kedua ibu jari membentuk huruf Zen yang
berarti manusia. Pertemuan antar kedua ibu jari, dan kedua telapak
tangan melambangkan “Thian”. Dilekatkan pada bagian ulu hati
melambangkan “selalu ingat”.
Jadi sikap Pak Tik ini bermakna “Aku selalu ingat akan Thian yang
dengan perantara ayah dan ibu telah menjadikan diriku sebagai manusia.
Sebagai sesama aku akan mengamalkan delapan kebajikan kepada sesama”.
Ajaran delapan kebajikan (Pak Tik) yang telah disampaikan oleh Nabi Agung Khong Hu Cu kepada kita adalah sebagai berikut:
Hauw (Laku Bakti),
Tee (Rendah Hati),
Tiong (Setia),
Sin (Jujur) ,
Lee (Kesusilaan),
Gie (Kebenaran),
Lhiam (Suci Hati), dan
Thi ( Tahu Malu).